Penggemar sepak bola zaman sekarang mungkin tidak mengenal Liem Tiong
Hoo alias Hendro Hoediono. Tapi cobalah bertanya kepada oma-opa yang
pernah menikmati geliat Persebaya (Persatuan Sepakbola Surabaya), bond
atawa perserikatan bola kebanggaan arek-arek Suroboyo, pada era 1940-an
dan 1950-an.Nama Liem Tiong Hoo, pemain klub Tionghoa (kemudian berganti
nama menjadi Naga Kuning dan Suryanaga, Red), sangat terkenal pada
masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Liem benar-benar menjadi idola
masyaraka.
Penggemar sepak bola zaman sekarang mungkin tidak mengenal Liem Tiong
Hoo alias Hendro Hoediono. Tapi cobalah bertanya kepada oma-opa yang
pernah menikmati geliat Persebaya (Persatuan Sepakbola Surabaya), bond
atawa perserikatan bola kebanggaan arek-arek Suroboyo, pada era 1940-an
dan 1950-an.Nama Liem Tiong Hoo, pemain klub Tionghoa (kemudian berganti
nama menjadi Naga Kuning dan Suryanaga, Red), sangat terkenal pada
masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Liem benar-benar menjadi idola
masyarakat pada masanya. Dia bersama para pemain lain dari sejumlah klub
di Surabaya berjasa melambungkan nama Persebaya di pentas bola
nasional.
“Zaman saya dulu Persebaya hampir selalu menang, jarang kalah. Dan
nggak pernah ada kerusuhan,” tegas Liem Tiong Hoo.Waktu masih anak-anak
Ia sudah sangat suka main sepak bola. Pulang sekolah, Liem Tiong Hoo
kecil langsung menuju lapangan di Cannalaan, yang sekarang jadi Taman
Remaja.
Pada tahun 1934-1944, di Surabaya ini ada klub
Persebaya dan SVB atau Soerabaiasche Voetbal Bond. SVB ini diikuti
klub-klub seperti Tionghoa, HBS (Houd Braef Standt), Exelcior, THOR (Tot
Heil Onzer Ribben), Gie Hoo, Annasher. Itu merupakan kenangan yang tak
akan pernah ia lupakan. Ketika dirinya masih berjaya sebagai pemain
sepak bola dan bisa mencetak banyak gol di gawang lawan. kemudian
namanya akhirnya dikenal orang di mana-mana.
Akhirnya
prestasinya itu membuat dirinya di lirik Persebaya.Tahun 1943 dirinya
menjadi pemain termuda di Persebaya dengan usia 17 tahun. Setelah itu
menLiem Tiong Hoo jadi langganan di Persebaya. Ikut kejuaraan dan
turnamen di berbagai kota seperti Jakarta, Semarang, Bandung.
"Persebaya
dulu itu beda dengan yang sekarang ini. Persebaya itu bukan klub yang
membeli pemain-pemain dari luar, tapi mengambil pemain dari klub-klub
yang ada di seluruh Kota Surabaya. Pemain yang bagus-bagus dari beberapa
klub itu diambil untuk memperkuat Persebaya " kenangnya.
Pada
saat masa nya dulu Persebaya memang terkenal sangat kuat.Dulu,
Persebaya punya trio lini belakang dan trio lini depan yang disegani
lawan-lawannya. Trio belakang: Sidi, Sidik, Sadran. Trio depan: (Liem
Tiong Hoo), Bhe Ing Hien, Tee San Liong. "Kalau ada tiga teman di
belakang ini, saya tidak khawatir pasokan bola dan pertahanan akan
bagus. Itu yang membuat Persebaya sangat kuat " ujar Liem Tiong Hoo.
Suatu
ketika tim nasional Republik Tiongkok Nasionalis berkunjung ke
Surabaya. Liem tentu saja memperkuat Persebaya untuk menghadapi
kesebelasan yang saat itu sangat disegani di Asia Timur Jauh (Far-East
Asia). Melihat kelincahan Liem mengolah si kulit bundar dan mengecoh
lawan-lawannya, Liem diajak memperkuat tim nasional Tiongkok."Saya
menolak karena saya orang Indonesia. Saya bukan orang Tiongkok," tegas
Liem Tiong Hoo.
Bukan itu saja. Liem juga dirayu agar
bergabung dengan klub Feyenoord di Negeri Belanda. Biaya kuliah, biaya
hidup, dan sebagainya ditanggung pihak Belanda asalkan bintang muda
Persebaya asal Klub Tionghoa itu mau diboyong ke negara kincir angin.
"Saya bilang tidak. Saya bukan orang Belanda. Saya orang Indonesia,"
kenang ayah tiga anak dan kakek enam cucu ini.
Menjelang Olimpiade 1952, diadakan seleksi pemain untuk membentuk tim
nasional Indonesia. Liem tidak bisa berlatih intensif karena beban
studi di FK Unair sangat tinggi. Namun, pelatih dan pengurus PSSI ingin
agar Liem masuk tim nasional meskipun tidak ikut seleksi dan latihan.
Liem kontan menolak. "Saya bilang, saya nggak ikut latihan kok masuk
tim?" tukasnya.
Tim seleksi tetap meyakinkan bahwa
kemampuan Liem Tiong Hoo masih selevel dengan pemain-pemain nasional
lain meskipun tidak berlatih. Liem rupanya tak bisa dirayu. "Saya harus
konsekuen. Kalau nggak ikut latihan, ya, tidak boleh ikut gabung. Itu
sudah jadi prinsip saya," tegasnya.
Di usia 83 tahun, Liem
Tiong Hoo, yang lebih dikenal sebagai Dokter Hendro Hoediono, masih
tetap praktik sebagai spesialis penyakit kulit dan kelamin. Tubuhnya
masih tegap, ingatan tajam, dan punya selera humor tinggi. Liem masih
ingat persis kejadian-kejadian lucu yang pernah dialaminya di lapangan
hijau 70-an tahun silam.
“Gigi saya ini palsu karena yang
asli sudah patah saat main sepak bola. Main sepak bola, ya, risikonya
begitu. Kalau nggak mau, ya, silakan main pingpong atau badminton,” ujar
Liem Tiong Hoo.
BIODATA
Nama : Liem Tiong Hoo
Nama populer : dr. Hendro Hoediono
Lahir : Surabaya, 23 Oktober 1926
Istri : Listiyani (almarhumah)
Idola : Lee Waitong, Raja Bola Timur Jauh (Tiongkok) era 1930-an.
Pendidikan :
- Algemeene Middelbare School (AMS), Jl Kusuma Bangsa Surabaya
- Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
Penghargaan:
- Ketua Umum Persebaya Bambang DH, 18 Juni 2004, sebagai legenda Persebaya.
- Presiden Soeharto sebagai dosen FK Unair yang berdedikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar