Pada 20 Maret lalu, Lionel Messi mencetak tiga gol yang membawa
Barcelona menang 5-3 atas Granada. Itu menjadikannya pencetak gol
terbanyak Barcelona, dengan 234 gol. Rekor itu sebelumnya menjadi milik
Cesar Rodriguez, dengan 232 gol (setelah diralat dari sebelumnya 235
gol), selama 57 tahun. Cesar mencapai 232 gol dalam usia 35 tahun dan
Messi 24 tahun, plus kontrak yang berlaku sampai 2016.
Rekor itu
melengkapi sejumlah pencapaian sebelumnya, misalnya pemain pertama yang
mencetak lima gol dalam satu pertandingan Liga Champions, pencetak gol
terbanyak Liga Champions dalam tiga musim terakhir, dan pemain terbaik
dunia, dalam tiga tahun terakhir.
Soal bakat, tokoh-tokoh sepak
bola dunia, mengakui bahwa Messi punya kemampuan di atas rata-rata.
Namun, ia bisa berada di puncak bukan semata-mata karena usahanya
sendiri. Ada banyak orang yang menjaganya tetap di jalur yang benar,
sejak awal.
Messi lahir dengan kelainan hormon yang membuatnya
sempat diragukan bisa bersaing dengan teman sebaya, oleh pelatihnya
semasa di sekolah dasar dan bahkan rekan-rekannya ketika di akademi
sepak bola Barcelona.
"Aku ingat ketika ia pertama kali berlatih
bersama kami. Ia begitu kecil, sehingga kami takut untuk menyentuhnya
karena kami pikir itu akan menyakitinya. Namun kemudian kami semua sadar
kalau sentuhan bolanya sama sekali tidak buruk," ujar bek Gerard Pique,
beberapa waktu lalu.
"Sejumlah pelatih mengatakan pada kami
untuk tidak melakukan tekel terlalu keras kepadanya, supaya tidak
membuatnya cedera. Namun, meski ingin (melakukannya), kami bahkan tak
bisa mendekatinya. Ia begitu cepat, sehingga mustahil menjatuhkannya,"
tambahnya.
Namun, ada orang-orang yang membuat Messi tidak
kehilangan kepercayaan diri sehingga berusaha melatih aspek lain, yang
membuat orang mengabaikan kekurangan dan bahkan menjadikannya semakin
dihargai.
Orang tua Messi, Jorge dan Celia, tak pernah mencoba
mengalihkan perhatian dan gairah anaknya dari sepak bola. Meski bukan
orang kaya, mereka selalu menyempatkan diri mengantar Messi berlatih tim
yunior Newell's Old Boys.
Pada usia 12 tahun, Messi dibukakan
jalan menuju panggung sepak bola dunia oleh kerabatnya yang tinggal di
Catalonia. Kerabatnya itu mendaftarkan Messi untuk mengikuti uji coba di
Barcelona.
Carlos Rexach kemudian terbang ke Argentina untuk
melihat langsung siapakah anak yang oleh kakaknya dijuluki "Si Kutu"
itu. Jika River Plate keberatan merekrut Messi karena biaya pengobatan
yang mencapai 500 poundsterling per bulan, Rexach mengajak Messi
bergabung, tentu saja dengan menyatakan sanggup menanggung biaya
pengobatan kelainan hormon Messi.
Setelahnya, Messi tumbuh dalam
kultur sepak bola Barcelona, yang dirintis oleh Rinus Michels dan Johan
Cruyff. Messi dibantu menampilkan kemampuan terbaiknya oleh pelatih
Josep "Pep" Guardiola, Andres Iniesta, Xavi Hernandez, Dani Alves, dan
pemain lain, sesuatu yang tidak didapatnya di tim nasional Argentina.
Messi
bukan satu-satunya pemain berbakat besar dan unik. Dunia sepak bola
generasi sekarang mengenal Zlatan Ibrahimovic, Robinho, Neymar,
Cristiano Ronaldo, Ricardo Kaka, Robin van Persie, Wayne Rooney, dan
Fernando Torres, sebagai pemain bertalenta di atas rata-rata. Bahwa
mereka hanya bisa menonton ketika Messi tiga kali dianugerahi gelar
pemain terbaik dunia, perbedaan ada pada dukungan dan lingkungan, tempat
mereka tumbuh dan berkembang.
Untuk Indonesia, Bruce Arena
pernah menyebut Andik Vermansyah punya potensi untuk bermain di
kompetisi Eropa. Media Portugal dan Italia juga telah melambungkan
pujian, dengan menyebut Andik sebagai Messi-nya Indonesia. Namun,
seberapa jauh Andik melangkah dan seberapa besar kontribusinya untuk
Indonesia, itu bergantung pada kualitas dukungan dan lingkungan tempat
ia tinggal.
Sebagai pemegang lisensi tunggal FIFA untuk
pengelolaan sepak bola Indonesia, PSSI adalah pihak yang bertanggung
jawab membangun lingkungan yang sehat untuk Andik. Ketika publik
menilai prestasi sepak bola Indonesia mengecewakan, pengurus PSSI harus
berbesar hati mengevaluasi diri, bukan minta belas kasihan, karena
dengan menerima tanggung jawab mengelola sepak bola Indonesia, mereka
telah menyatakan tahu dan mampu memenuhi ekspektasi publik.
Perjalanan
sejauh apa pun, dimulai dari satu langkah pertama. Pep pernah
mengatakan, bahwa prestasi Barcelona saat ini adalah buah dari kerja
keras orang-orang sebelum generasi ini. Melihat hasilnya, Barcelona
memulai dengan benar perjalanan mereka. Untuk PSSI saat ini, mereka
mengawali perjalanan dengan konflik internal yang berujung dualisme
kompetisi dan perpecahan klub, dan takluknya Indonesia kepada Bahrain
sepuluh gol tanpa balas.
Belum terlambat bagi PSSI membenahi
diri. Tidak perlu langsung bicara prestasi, tetapi merancang program dan
mengeksekusinya secara independen. Rekonsiliasi pengurus dan klub
adalah yang pertama. Kemudian menentukan klub mana yang akan bermain di
level tertinggi, level kedua, dan selanjutnya.
Jika mengedepankan
profesionalisme dan kemandirian finansial, PSSI harus menilai klub
berdasar massa pendukung dan stadion, yang merupakan basis utama ekonomi
klub dan modal untuk menjaring sponsor. Kekuatan ekonomi akan menjadi
modal klub meningkatkan daya tarik untuk pemain top dan dengan begitu
meningkatkan daya saing mereka.
Selain itu, PSSI perlu menentukan
jumlah ideal peserta kompetisi. 24 klub kiranya bukan jumlah ideal
untuk kompetisi satu wilayah. Dengan banyaknya daerah dipisahkan lautan,
jumlah sebesar itu akan menyedot anggaran besar dan menguras energi
pemain. Bundesliga bisa menjadi acuan. Meski tak semegah Premier League,
Liga BBVA, dan Serie-A, kompetisi berjalan lancar dan berkontribusi
kepada tim nasional, dengan hanya menyertakan 18 klub.
Klub juga
harus didorong bersikap transparan, misalnya dalam soal transfer pemain
dan laporan keuangan. Hal ini bisa dilakukan dengan memaksimalkan fungsi
internet. Klub-klub Premier League, selalu mengumumkan transfer dan
hasil kegiatan ekonomi di situs resmi mereka. Klub juga bisa
meningkatkan popularitas dengan membuat berita soal kegiatan klub,
pemain mereka, statisik pemain dan pertandingan, dan live commentary,
seperti juga dilakukan klub-klub Premier League, Liga BBVA, Serie-A, dan
Bundesliga. Semakin klub dan pemain dikenal publik, semakin tinggi
nilai jual mereka di mata sponsor dan suporter Indonesia bisa memberikan
dukungan besar, jika "dilayani" dengan baik. Lihat saja, Real Madrid
sampai membuat situs berbahasa Indonesia. Barcelona dan, bahkan, Boca
Junior, membuka sekolah sepak bola di Indonesia.
Untuk PSSI,
mereka perlu belajar menyampaikan pernyataan resmi soal polemik, kasus
disiplin, melalui melalui situs resmi mereka, ketimbang menggelar
konferensi pers yang tak jarang malah membuat fakta terdistorsi. Hal ini
bisa membantu mereka meningkatkan kredibilitas dan mencegah media
memelintir fakta. Ketika berpolemik soal sejumlah partai “El Clasico”,
Barcelona dan Real Madrid menyampaikan pernyataan resmi melalui situs
mereka. Dengan begitu, publik setidaknya tahu sikap klub terhadap
masalah tersebut. Begitu juga halnya dengan FA ketika mengumumkan
pengunduran diri Fabio Capello.
Terakhir dan terbesar adalah
komitmen PSSI kepada konstituen sepak bola, yaitu masyarakat. PSSI perlu
ingat bahwa tanpa penonton, sepak bola tak lebih dari sekadar olahraga.
Menghamba kepada selain masyarakat akan membuat PSSI jatuh pada lubang
yang sama dengan rezim sebelumnya dan lebih dari itu, Andik dan
“Andik-Andik” yang lain tak akan pernah memaksimalkan potensi mereka,
karena mereka berenang di air yang kotor dan terbang di udara penuh
polusi.
"Kekuatan besar Messi adalah keluarganya dan juga
lingkungan Rosario. Perlu waktu menciptakan pemain baik. Anda melihat
bakat besar di sini, tetapi kesuksesan bergantung kepada siapa yang
menjaga anak-anak ini. Karakter masayarakat tempat Anda tinggal bisa
menciptakan perbedaan besar bagi seorang pemain," ujar pelatih tim
yunior Newell's Old Boys, Ernesto Vecchio, yang pernah melatih Messi
selama empat tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar