Berlarut-larutnya konflik persepakbolaan
nasional membuat KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) membuat
keputusan strategis. Keputusan yang terdiri dari sembilan poin tersebut
dihasilkan dari pertemuan tim kecil bentukan KONI dengan PSSI, Indonesia
Premier League (IPL), Indonesia Super League (ISL), dan Komite
penyelamat sepak bola Indonesia (KPSI).
Ketua Umum KONI pusat Tono Suratman menegaskan keputusan tersebut tidak
mempengaruhi rencana kongres yang bakal diadakan PSSI maupun KPSI. KONI
mempersilakan kedua kongres yang berbeda itu tetap berlangsung.
"Kami sepakat, kedua kongres tetap terselenggara. KONI akan hadir di kedua kongres," jelasnya.
Hanya saja, dia berpesan agar keputusan KONI tadi menjadi salah satu
agenda pembahasan dalam kedua kongres tersebut. Dia berharap, setelah
kongres akan lahir kata sepakat dari kedua belah pihak yang mengarah
pada rekonsiliasi.
Tono membantah bahwa sikap KONI yang menyetujui kedua kongres tersebut
menunjukkan bahwa KONI tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak yang
berseteru. Menurutnya, perdamaian justru diharapkan muncul setelah
kedua kongres berlangsung. "Ini kesepakatan bersama," tambahnya.
Kalau pun kesepakatan tersebut tidak tercapai juga setelah masing-masing
pihak menggelar kongres, KONI menyarankan untuk membawa masalah
tersebut ke badan arbitrase olahraga republik Indonesia (BAORI). Tono
menyebut hal itu sebagai langkah konkrit karena rekonsiliasi yang
digagas tidak mampu memberikan hasil.
Di sisi lain, PSSI menolak dan tidak puas dengan keputusan KONI. Mereka
kecewa karena keputusan KONI bertentangan dengan statuta PSSI dan FIFA.
Ketua Umum PSSI Djohar Arifin mengatakan bahwa PSSI sangat menghormati
anjuran KONI selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada. Dari
sembilan poin, hal yang dipertanyakan PSSI adalah butir keenam.
Pada poin tersebut, KONI sebagai induk organisiasi olahraga akan
mengambil alih sementara kepengurusan olahraga sepakbola Indonesia
hingga digelarnya KLB. Sebagaimana diatur dalam statuta KONI pasal 30
ayat 9.
"Presiden sudah menyampaikan campur tangan pemerintah akan menyebabkan
PSSI mendapat sanksi. KONI seharusnya tidak boleh melakukan intervensi
sebab FIFA tidak suka adanya intervensi. Dengan adanya intervensi KONI,
menunjukkan KONI tidak mengerti statuta," jelas Djohar.
Sebelumnya, Wakil Sekjen Bidang organisasi Hadiandra dan Staff khusus
Rudolf Yesayas usai pertemuan dengan KONI langsung menggelar jumpa pers.
Keduanya menjelaskan bahwa keputusan KONI tidak mencerminkan solusi
yang diajukan PSSI.
"Tidak ada kesepakatan apa-apa dengan KONI. Soalnya lima skema yang kami
ajukan tidak dibahas sama sekali untuk dijembatani," ucap Hadiandra.
Dia menilai jika keputusaan KONI lebih mengarah kepada masalah KPSI.
Padahal, lanjut dia, pihaknya tidak merasa jika ada konflik di tubuh
PSSI seperti yang tertulis di dalam surat keputusan.
Hadiandra menyesalkan sikap KONI yang tidak menanggapi beberapa poin
yang diajukan PSSI. "Solusi kami untuk kompetisi. Bukan yang lain,"
pungkasnya.
Pernyataan Hadiandra itu bertolak belakang dengan apa yang terjadi di
PSSI selama ini. Padahal, PSSI jelas-jelas dalam kondisi kisruh dengan
lahirnya forum pengprov PSSI yang melahirkan KPSI. Itu semakin
diperparah dengan banyaknya Pengprov yang akhirnya dibekukan dan
penunjukan caretaker-caretaker untuk Pengprov
Tidak ada komentar:
Posting Komentar